Sunday, March 24, 2013

A Day at Gunung Kidul


TokTokTok, ketukan di dari luar pintu terdengar. Sekejap aku terbangun duduk besandar di dinding. Dinding hijau atap dilapisi terpal. Ku coba untuk mengingat-ingat terakhir. Ya aku sedang berada di rumah seorang penduduk bantul yaitu salah satu desa di DIY yang pada tahun 2006 terkenagempa.
Segera aku bangun ke kamar mandi dan wudhu untuk bersiap-siap ke musholla. Adzan terdengar dari kejauhan jarak dari homestayku ke Musholla sekitar 200m. sesampaiku di musholla ternyata baru ada kelompokku sedangkan satu pun dari kelompok lain belum terlihat ujung batang hidungnya satupun, bahkan setelah komat dikumandangkan belum tampak akan kemuculan mereka. Dan baru pada rakaat ke-2  semua kelompok datang.
Sehabis sholat kami melakukan sedikit pemanasan dan berjalan-jalan pagi untuk menghilangkan rasa kantuk.Kemudian barulah setelah itu sarapan pagi dan berpamitan. Selanjutnya kami akan melanjutkan perjalanan menuju Gunung Kidul. Perjalanan dari Bantul menuju Gunung Kidul sekitar 2 jam dan sempat istirahat,sholat dan makan di tengah perjalanan, Dan sehabis itu kembali melanjutkan perjalanan.
Sekitar jam 2 kami sampai di daerah Gunung Kidul, daerah yang rata-rata bedasarkan batu karang itu merupakan tujuan akhir kami. Begitu sampai kami sempat berhenti di sebuah masjid yang katanya merupakan masjid dimana sunan Kalijaga sholat dan berdakwah. Dan kembali melanjutkan perjalanan hingga sampai di sebuah rumah yg berukuran 10x8 meter . teridiri dari 3 ruang, ruang tamu, ruang tidur, dan ruang air. Ada 2 TV begitu kami masuk di ruang tamu, yang nantinya merupakan tempat kami berkumpul sedangkan untuk tempat tidur akan dibagi antara laki-laki dan perempuan.
Kami disambut dengan sangat baik banyak sekali kue yang dimasak yang kebanyakan merupakan masakan khas sana. Setelah sedikit berbincang-bincang akhirnya kami diajak untuk melihat sumur dimana sunan Kalijaga dan para jamaahnya mengambil wudhu. Jalan yang dilewati tidak mudah karena kami harus melewati jalan yang kebanyakan adalah karang. Sesampainya di sumur ternyata airnya berada di dasar yang ada sekitar 10-15 meter dari permukaan sumur tempat kami berdiri sekarang. Katanya airnya dari tahun ke tahun semakin berkurang karena terus diambil. Dan sekarang akhir sangat susah diambil.
Kembali sampai di homestay aku dan teman-teman diajak untuk melihat-lihat cara pembuatan tiwul yang selama ini aku ketahui merupakan makanan bagi masyarakat jawa yang tidak lagi memiiki nasi. Ternyata cara pembuatan tiwul adalah dengan cara mengeringkan singkong yang merupakan bahan dasar tiwul, kemudian akan ditumbuk sampai halus dan disasak, setelah disasak ampas akan dibuang dan yg halus akan dicampur gula dan dikukus, dan jadi. Ketika pertama kali aku merasakan rasanya hampir sama seperti parutan kelapa.
Menjelang maghrib kami bersiap untuk pergi ke masjid. Ketika adzan berkumandang kami pun pergi ke masjid yg bewarna putih dengan keran wudhu di dinding sebelah kirinya berhadapan langsung dengan kebon. Kami masuk dan mendapati bahwa ternyata lebih banyak jamaah perempuan dari pada laki-laki. Setelah sholat selesai kami membuat lingkaran dan mendengarkan pak Budi berbincang-berbincang dengan tokoh masyarakat sekitar hingga isya. Dan kemudian aku mendapat tugas untuk mengumandangkan Adzan. Dan kami pun sholat berjamaah.
Ba’da Isya kami kembali menuju rumah untuk istirahat dan refleksi untuk persiapan keesokan harinya kami akan caving Goa Cerme. Di Refeksi kami diceritakan bagaimana orang tua kami sangat mengkhawatirkan keselamatan kami karena baru beberapa hari kami sampai di Jogja sudah ada kabar ada Caver  yang meninggal dalam goa. Dan setelah refleksi kami selesai kami pun tidur yang dipisahkan antara laki-laki dan perempuan.

by: Luthfi

No comments:

Post a Comment